Suatu pagi yang cerah, berkicau burung menyambut pagi dengan keseruannya mengabdi pada ilahi rabbi.
Bila pagi tiba, tiadalah berusaha dengan menggapai isi hati, menatap barisan yang tidak kau mengerti.
Demikian yang tertera dalam sebuah situasi
Tertera dengan demografi, mahami antara satir dan imajinasi
Ketika semua menyeru, seakan aku berada dalam seruan
Turun berkicau dalam pencercaan dan penyindiran
Ah tidak…
Aku bukan berada dalam dalil yang siap terlontarkan
Aku berada dalam jejak keikhlasan
***
Sesekali dalam keremangan itu aku ada dengan siapa yang mendera
Seperti abu dalam rangkaian sistem yang menyerang
Ada di antara jejak tak bertuan
Sudah saatnya menjadi cerita yang tak bertuan.
***
Rela mati hanya dalam tataran lisan
Sedang hati mendua dengan tuhan-tuhan tak bertuan
Sedekap menjawab gundah dalam kekap
Bukan sebuah gundah, tetapi ada suatu risalah
Yang menafsirkan jiwa-jiwa yang patah
Lemah
***
Pijak kaki sangsaka berkibar seiring angin melepas lelah
Tak ada yang mengiba untuk mengalah
Semua berkejaran mengaku kebenaran
Di bawah sangsaka yang berdarah
Ternyata masih menyimpan marah dari perbedaan
Atas nama darah para pejuang
Mereka tertawa dengan amis darah amarah
Memajang sensi untuk suatu kesinisan diri
***
Cermin yang berbaris pun tak sanggup menawarkan jiwa yang tringgisi
Di antara galian emosi tertawa, dan mencela dalam setiap kata
Sudahlah…
Kita buang cermin-cermin ini
Biarkan terbasuh oleh air laut yang suci dan mensucikan